Ticker

6/recent/ticker-posts

Dody Lukas Pertanyakan Langkah Kemenham: Kenapa Perusakan Rumah Singgah Hanya Disebut Miskomunikasi?




SUKABUMI, mitra86sergab.com.
Tokoh lintas agama dan pemerhati toleransi di Indonesia, Dody Lukas, S.Th., M.M., melayangkan kritik tajam terhadap langkah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenham) yang memberikan jaminan hukum bagi tujuh tersangka dalam kasus perusakan sebuah rumah singgah di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi.( 5 Juli 2025). 

Dalam pernyataan resminya, Ketua Umum Solidaritas Kebangsaan RI ini menolak keras anggapan bahwa insiden yang terjadi pada 27 Juni 2025 hanya merupakan bentuk "miskomunikasi dan mispersepsi", sebagaimana dinyatakan oleh Staf Khusus Menkumham, Thomas Harming Suwarta.


“Bagaimana mungkin tindakan kolektif berupa perusakan properti, yang berkaitan erat dengan ekspresi keyakinan, disebut hanya sebagai salah paham? Jika ini dibiarkan, maka setiap bentuk intoleransi ke depan bisa disapu bersih dengan dalih miskomunikasi dan mispersepsi,” tegas Dody Lukas.

Menurutnya, pemberian jaminan hukum dan dorongan penyelesaian secara restorative justice sangat tidak tepat dalam konteks ini. Ia menyebut langkah Kemenham ini berpotensi menjadi preseden buruk bagi perlindungan hak-hak konstitusional masyarakat, khususnya terkait kebebasan beragama.

“Restorative justice adalah pendekatan mulia, tapi tidak untuk kasus di mana sekelompok orang melanggar hukum demi menekan ekspresi keagamaan orang lain. Ini bukan soal damai sosial semata, ini soal keadilan dan keberanian negara menegakkan konstitusi,” ujarnya.

*Bukan Rumah Ibadah Formal, Tapi Tetap Dirusak*

Dody juga mempertanyakan dasar logis dari pernyataan "salah paham" tersebut. Berdasarkan laporan lapangan yang ia terima, rumah yang dirusak diketahui sebagai tempat peristirahatan dan kegiatan rohani yang sah, bukan rumah ibadah formal, sehingga tidak melanggar ketentuan PBM 2006 tentang pendirian rumah ibadah. 

“Jika rumah pribadi atau villa saja tidak bisa dibiarkan berdiri karena digunakan berdoa, maka tidak ada lagi tempat aman di negeri ini bagi kebebasan hati nurani,” ungkapnya.

*Seruan kepada Negara Hukum*

Sebagai penutup, Dody Lukas menyerukan agar pemerintah pusat — khususnya Kemenham dan Kemenag — segera merevisi pendekatan mereka terhadap kasus-kasus intoleransi, serta memperkuat edukasi publik bahwa hukum tidak tunduk pada tekanan massa.  

“Indonesia tidak bisa terus-menerus disandera oleh ketakutan. Kita bukan negara massa, kita negara hukum. Dan hukum sejati harus berdiri tegak bagi yang benar,” pungkasnya.( Red)

Posting Komentar

0 Komentar